Tuesday, November 3, 2009

KESEHATAN MENTAL DALAM PSIKOLOGI ISLAM




A.Pengertian Kesehatan Mental
Musthafa Fahmi sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud, menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental, yaitu :
1.Pola negatif (salaby)
Bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis.
2.Pola positif (ijaby)
Bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Pola ini lebih umum dan lebih luas dibanding dengan pola pertama.
Hanna Djumhana Bastaman mendefinisikan kesehatan mental lebih luas lagi berdasarkan empat pola, yaitu :
1.Pola simtomatis
Adalah pola yang berkaitan dengan gejala dan keluhan, gangguan atau penyakit.
2.Pola penyesuaian diri
Pola yang berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri atau memenuhi kebutuhan diri pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
3.Pola pengembangan potensi
Pola yang berkaitan dengan kualitas khas insani, seperti kreatifitas, produktivitas, kecerdasan, tanggunga jawab, dan sebagainya.
4.Pola agama
Pola yang berkaitan dengan ajaran agama.
Atkinson menentukan kesehatan mental dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi kesejahteraan emosional seseorang. Lebih lanjut atkinson menyebutkan ada enam indikator normalitas kejiwaan. Yaitu :
1.Persepsi realita yang efisien
2.Mengenali diri sendiri
3.Kemampuan mengendalikan perilaku secara sadar
4.Harga diri dan penerimaan
5.Kemampuan untuk membentuk ikatan kasih
6.Produktivitas
Berpijak pada pola diatas, Zakiah Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia dunia dan akhirat.

B.Tanda – tanda Kesehatan Mental Dalam Islam
Menurut muhammad Mahmud terdapat sembilan macam, yaitu :
1.Kemapanan, ketenangan, dan rileks batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat, maupun Tuhan.
2.Memadahi dalam beraktifitas, seseorang yang mengenal potensi, ketrampilan, dan kedudukannya secara baik maka ia dapat bekerja dengan baik pula, dan hal itu merupakan tanda dari kesehatan mentalnya.
3.Menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang menerima keadaan sendiri, baik berkaitan dengan kondisi fisik, kedudukan, potensi, maupun kemampuannya, karena keadaan itu merupakan anugerah dari Allah SWT untuk menguji kualitas kerja manusia.
4.Adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri, artinya kesehatan mental seseorang ditandai dengan kemampuan untuk memilah-milahdan mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukannya.
5.Memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. Tanggung jawab menunjukkan kematangan diri seseorang sekaligus sebagai tanda-tanda kesehatan mentalnya.
6.Memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat. Berkorban berarti kepedulian diri seseorang untuk kepentingan bersama dengan cara memberikan sebagian kekayaan atau kemampuannya, sedangkan menbus kesalahan berarti sadar diri akan kesalahan yang diperbuat sehingga ia berani menanggung resiko atas segala kesalahan yang diperbuat, kemudian ia berusaha tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kedua persoalan ini merupakan tanda kesehatan mental.
7.Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi. Hal itu dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab masing-masing pihak merasa tidak hidup sendiri.
8.Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik, keinginan yang tidak masuk akal akan membawa seseorang ke jurang angan-angan, lamunan, kegilaan, dan kegagalan. Keinginan yang terealisir akan memperkuat kesehatan mental, sebaliknya keinginan yang terkatung-katung akan menambah beban batin dan kegilaan.
9.Adanya rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Dikatakan sebagai tanda-tanda kesehatan mental sebab individu merasa sukses, telah terbebas dari segala beban, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya.

C.Metode Perolehan Dan Pemeliharaan Kesehatan Mental Dalam Islam
Dalam literatur yang berkembang setidaknya terdapat tiga pola untuk mengungkap metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam Islam. Namun disini penulis hanya mengambil satu pola dimana pola tersebut cakupannya lebih luas dan sesuai dengan hadits Nabi.
Dalam hadits disebutkan bahwa suatu saat Nabi Muhammad berdialog dengan Malaikat Jibril, “ Hai Muhammad, beritahu padaku tentang Islam, beliau menjawab, “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadhan, dan haji ke Baitullah jika mampu”. Jibril berkata “engkau benar”, kemudian bertanya lagi ‘beritahu padaku tentang iman”, beliau menjawab ‘Iman adlah engkau percaya kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, dan baik-buruknya takdir”, jibril berkata “engkau benar”, kemudian bertanya lagi “beritahu padaku tentang ihsan” beliau menjawab “Ihsan adalah engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, dan apabila engkau tidak melihatNya, maka Dia melihatmu”. (Hr. Muslim dr Umar bin Khattab).
Hadits tersebut menunjukkan tiga metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental, yaitu:
1.Metode Imaniah
Iman secara harafiah diartikan dengan rasa aman dan kepercayaan. Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi semua problem hidup. Iman memotivasi individu untuk selalu hidup dalam kondisi sehat, baik jasmani dan ruhani, dengan iman seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu, dan tempat memohon apabila ia ditimpa musibah, baik secara fisik maupun non fisik.
2.Metode Islamiah
Islam secara islam secaea etimologi memiliki tiga makna, yaitu penyerahan dan ketundukan, perdamaian dan keamanan. Seseorang yang tunduk, patuh dan menyerah dengan sepenuh hati terhadap hukum-hukum dan aturan-aturan Allah niscaya kehidupannya dalam kondisi aman dan damai, yang pada akhirnya mendatangkan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Sedang secara terminologi, Islam adalah pengakuan dan penyerahan diri secara mutlak kepada kepada Allah dengan segala peraturanNya. Pengakuan dan penyerahan itu diwujudkan dalam perilaku nyata baik perilaku ruhani maupun jasmani, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Kesehatan mental yang tercipta menurut islam akan membentuk lima karakter ideal yaitu :
Karakter syahadatain, yaitu karakter yang mampu membebaskan diri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif, seperti materi dan hawa nafsu.
Karakter musballi, yaitu karakter yang mampu berkom,unikasi dengan Allah dan dengan sesama manusia.
Karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian hartanya, serta untuk pemerataan kesejahteraan umat pada umumnya.
Karakter sha’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah.
Karakter bajii, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta , waktu, bahkan nyawa demu memenuhi panggilan Allah SWT.
3.Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang baik adalah orang yang mengetahui hal-hal baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik, dan dilakukan dengan niatan yang baik pula. Metode Ihsaniah dapat ditempuh dengan berbagai cara untuk membentuk kepribadian yang muhsin, diantaranya :
Tahap permulaan, tahapan ini seseorang yang merasa rindu dengan Khaliknya, ia sadar bahwa kerinduannya terdapat tabir penghalang, sehingga ia akan berusaha menghilangkan penghalang tersebut, diantaranya sifat-sifat kotor dan tercela.
Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan, pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan latihan psikofisik, diantaranya ;
Musyarathah, yaitu memberikan dan menentukan syarat bagi diri sendiri melalui membekali diri dengan iman dan ilmu pengetahuan.
Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan maksiat agar selalu dekat dengan Allah. Kedekatan Allah dengan manusia tergantung dengan manusia itu sendiri.
Muhasabah, yaitu membuat perhitungan terhadap tingkah laku yang diperbuat, apakah perbuatan hari ini lebih baik, sama, atau bahkan lebih jelek.
Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena melakukan keburukan.
Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha menjadi baik.
Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan dosa yang telah dilakukannya.
Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap semua rahasia Allah.
Tahapan merasakan, pada tahapan ini seorang hamba tidak hanya menjalankan perintah Khaliqnya dan menjauhi laranganNya, namun ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan, denganNya. Tahapan ini biasanya didahului melalui dua proses yaitu :
Al-fana’, yaitu apabila seseorang telah mampu menghilangkan wujud jasmaniah, dengan cara menghilangkan nafsu-nafsu impulsifnya dan tidak terikat oleh materi dan lingkungan sekitar.
Baqa’, yaitu wujud ruhaniah yang ditandai dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan. Ketika tahapan telah dilalu maka akan muncul apa yang disebut al-hal, yaitu kondisi spiritual dimana sang pribadi telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang telah dicita-citakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Mujib, Abdul M.Ag & Mudzakir, Jusuf M.Si, 2002. “Nuansa-nuansa Psikologi Islam”, PT RajaGrafindo, Jakarta.

0 komentar:

Post a Comment